Selasa, 17 Desember 2019

Bahaya Stunting


Salam Jumpa Lagi...dengan Mujadi45...Semangat 45.
Kali ini akan dikemukakan tentang bahaya Stunting/kerdil...
Ternyata Stunting itu banyak bahayanya lho..., diantaranya :

1. Kerusakan sel otak
Tidak cuma para orangtua, kita semua patut mencemaskan angka stunting yang tinggi di negeri ini. Mengapa? Pertama-tama karena dampak stunting pada anak bukan hanya tampak pada pertumbuhan anak secara fisik, tetapi juga otak anak. Nah, jika pertumbuhan anak secara fisik masih bisa dikejar, tidak demikian halnya dengan pertumbuhan otak. Bahkan, anak yang mengalami stunting memiliki risiko mengalami kerusakan sel otak.
2. Kemampuan kognitif terbatas
Akibat pertumbuhan otak yang terganggu, anak-anak yang mengalami stunting akan mengalami kesulitan belajar karena kemampuan kognitifnya terbatas. Dampak pertumbuhan otak yang terhambat ini akan berlanjut ke usia produktif. Di masa dewasanya, anak-anak stunting memiliki produktivitas yang lebih rendah dibandingkan rekan-rekan sebayanya.
Dampak lain dari stunting yang tak kalah merugikan adalah menurunkan sistim imunitas tubuh. Anak-anak stunting lebih rentan terjangkit berbagai infeksi. Sedemikian rentannya imunitas anak stunting sehingga ia menghadapi risiko kematian akibat terjangkit infeksi yang terjadi berulang kali.
3. Pencernaan terganggu
Stunting juga menyebabkan sistem pencernaan seorang anak terganggu. Kondisi ini menggiring sang anak untuk ke pola makan yang tidak sehat. Tak heran, anak-anak stunting di masa hidupnya memiliki risiko obesitas, hipertensi, dan diabetes.
Dengan sederet akibat buruk yang ditimbulkannya, stunting memang kondisi yang harus diperangi bersama-sama. Namun sebelum bisa mencegah stunting, kita perlu memahami apa saja penyebab seorang anak mengalami kondisi stunting
Penyebab dan pencegahan stunting
Seperti telah disebut di atas, stunting merupakan kondisi gagal tumbuh yang menimpa anak di bawah lima tahun, alias balita. Ada beberapa hal yang menyebabkan seorang balita stunting.
1. Anak mengalami kekurangan gizi kronis
Hal ini terjadi untuk jangka panjang sehingga menyebabkan anak mudah terjangkit infeksi, serta kekurangan stimulasi psikososial. Psikososial adalah kondisi yang menggambarkan hubungan antara kondisi sosial seseorang dengan kesehatan mental atau emosionalnya. 
2. Orangtua tidak sadar kebutuhan gizi anak sejak dalam kandungan 
Seorang anak mengalami kekurangan gizi bisa jadi karena orangtua tidak menyadari bahwa mereka harus memasok gizi yang memadai ke anaknya sejak anak masih berbentuk janin dalam kandungan ibunya. Dugaan ini merujuk ke hasil Riskesdas yang memotret kondisi konsumsi ibu hamil dan bayinya selama 2016-2017.
Hasil penelitian itu menunjukkan satu dari lima ibu hamil masih kurang gizi. Lalu, tujuh dari ibu hamil mendapatkan asupan dengan kandungan kalori dan protein yang tidak memadai. Nah, anak-anak dari ibu hamil yang kurang gizi jelas terancam stunting. Mengapa? Karena stunting terjadi akibat kekurangan gizi yang dialami sang anak sejak ia dalam kandungan sampai berusia 1.000 hari.
4. Orangtua tidak menyediakan asupan bergizi pada anak
Setelah sang bayi lahir, banyak orangtua di Indonesia juga masih abai dalam menyediakan asupan yang bergizi. Kenyataan ini terungkap dari hasil Riskesdas yang sama. Penelitian itu menunjukkan tujuh dari 10 anak-anak balita mengalami kekurangan kalori, dan lima dari 10 balita kekurangan protein. Hal ini bisa menyebabkan stunting pada bayi.
5. Kesehatan ibu 
Faktor lainnya yang menyebabkan stunting adalah terjadi infeksi pada ibu, kehamilan remaja, gangguan mental pada ibu, jarak kelahiran anak yang pendek, dan hipertensi. 
6. Sanitasi tidak bersih
Selain itu, rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan termasuk akses sanitasi dan air bersih menjadi salah satu faktor yang sangat mempengaruhi tumbuh kembang balita.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar